BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide,
praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang
individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan
inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan
instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab
akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang
sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu. Fullan (1996) menerangkan
bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan
kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar
(teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran
secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar
mandiri.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu
inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu
terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu
tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi
juga dapat diangap sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan
yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa
istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses
difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu.
Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan
atau sub sistem.
Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan
teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan . Teori ini dipopulerkan oleh
Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of
Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi
dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah
sistem sosial.
Inovasi merupakan ide, praktek, atau objek yang dianggap
baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah
inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam
pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.
pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori di abad ke
19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul
“The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi
inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan
gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting diantara
para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa
orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih
terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka lebih
berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa
mempengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Latar
Belakang Teori
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20,
tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde,
memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini
pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau
sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu
dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya
menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa
menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers
(1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance
because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat
itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian
sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal
Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para
petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus
menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan
penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the
agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a
cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi
pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan
berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya,
dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti
Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F.
Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A
Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation
Diffusion: A New Perpective (1981)
Elemen
Elemen dalam teori difusi inovasi ini terdiri dari: inovasi,
tipe saluran komunikasi, tingkat adopsi, dan sistem sosial. Sesuai dengan
pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok,
yaitu:
(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap
baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif
menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh
seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang
inovatif tidak harus baru sama sekali.
(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan
pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran
komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya
komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk
memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas,
maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media
massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku
penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah
saluran interpersonal.
(3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai
seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan
pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling
tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi,
(b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima
inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara
fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka
mencapai tujuan bersama
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki
relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan
inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang
berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses
pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan
difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of
innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3)
saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature
of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents).
Tahapan
peristiwa yang menciptakan proses difusi
1. Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal
ketika masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai
sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang
yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap
inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit
diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain
halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih
cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui
komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.
2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai
menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi
oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa
semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi
perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap
kemampuan seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang
tersebut biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu
melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka mereka akan
cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status juga menjadi
faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin
selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan
status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh
nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah
inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia anut,
maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan
untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya.
3. Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah
mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan
sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh
masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu
individu ke individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki. Riset
menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama lain
mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi
melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai
penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya
telah diperkenalkan oleh media massa.
Lima
Tahap Proses Adopsi
1. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum
memiliki informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi
tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa
melalui media elektronik, media cetak , maupun komunikasi interpersonal
diantara masyarakat
2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak
dalam tingkat pemikiran calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang
akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan
evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau
menolak inovasi tersebut.
3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang
membuat keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah
inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas
menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.
4. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi
sambil mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut.
5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat,
seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah
inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat
dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian
mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan
evaluasi.
Kategori Pengadopsi
Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya
mengidentifikasi 5 kategori pengguna inovasi :
1. Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap
untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat
dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat
membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya
orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan
yang memiliki banyak teman atau relasi.
2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding
kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini
dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi.
Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena
kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.
3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan
mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi.
Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat
keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama.
Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah
inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak
digunakan atau cukup bermanfaat.
4. Mayoritas akhir: Kelompok zang ini lebih berhati-hati
mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah
mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang,
tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan
ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
5. Laggard: Kelompok ini merupakan orang yang terakhir
melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk
mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan
orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok
laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi
inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.
Penerapan dan keterkaitan teori
Pada
awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasi
senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan
awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya
merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971)
menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial.
Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan
fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu:
(1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3)
konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana
ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses dimana
ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan konsekuensi
adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau
penolakan inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang
lebih jauh di mana fokus kajian tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan
sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau penelitian difusi inovasi
mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di
masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi
inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’
(Brown, 1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini
antara lain dikemukakan Parker (1974), yang mendefinisikan difusi sebagai suatu
proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi.
Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses
perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu
tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator,
inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa
dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.
Berkaitan
dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination of
Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi
pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yaitu
1.
Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau
individu yang bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk
baru.
2.
Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk
baru dimaksud yang juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.
3. Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu
cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk tersebut dikemas dan disalurkan.
4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari
pengetahuan dan produk dimaksud.
Contoh Kasus
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya,
teori Difusi Inovasisenantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat.
Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan sosial, dan perubahan
sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers
dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusimerupakan bagian dari
proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan
terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam
3(tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan ( invention ), (2) difusi (diffusion),
dan (3) konsekuensi(consequences).
Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan.
Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepadaanggota
sistem sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem
sosialsebagai hasil dari adopsi atau penolakan inovasi.Sejak tahun 1960-an,
teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajiantidak hanya
dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik
studiatau penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena
kontemporer yang berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi
dasar dalam pengkajian prosesdifusi inovasi,seperti perspektif ekonomi,
perspektif ¶market and infrastructure¶ (Brown,1981). Salah satu definisi difusi
inovasi dalam taraf perkembangan ini antara laindikemukakan Parker (1974), yang
mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperanmemberi nilai tambah pada
fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi
merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (
technical
change).Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu
inovasi berlakuumum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain
hingga akhirnya menjadi halyang biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan
produktif.Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for
the Disseminationof Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4
(empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge
utilization), yaitu
1.Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi , yaitu
insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung jawab dalam
menciptakan pengetahuan dan produk baru.
2.Dimensi
Isi (CONTENT) yang didiseminasikan , yaitu pengetahuan dan produk barudimaksud
yang juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.
3.Dimensi
Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan
atau produk tersebut dikemas dan disalurkan.
4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu
pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.Mengenai saluran komunikasi
sebagai sarana untuk menyebarkan inovasi, Rogersmenyatakan bahwa media massa
lebih efektif untuk menciptakan pengetahuan tentanginovasi, sedangkan saluran
antarpribadi lebih efektif dalam pembentukan dan percobaansikap terhadap ide
baru, jadi dalam upaya mempengaruhi keputusan untuk melakukan adopsiatau
menolak ide baru.
Contoh
yang lebih fenomenal adalah keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalammelaksanakan
program Keluarga Berencana (KB). Dalam program tersebut, suatu inovasiyang
bernama Keluarga Berencana, dikomunikasikan melalui berbagai saluran
komunikasi baik saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang
berupa media massa, kepadasuatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat
Indonesia. Dan itu terjadi dalam kurun waktutertentu agar inovasi yang bernama
Keluarga Berencana Tersebut dapat dimengerti,dipahami, diterima, dan
diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia. ProgramKeluarga
Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip difusi inovasi.
Iniadalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau
program kegiatan, bukan produk.Sementara itu tahapan dari proses
pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1.
Tahap Munculnya Pengetahuan ( K nowledge)
ketika seorang individu (atau unit pengambilkeputusan lainnya) diarahkan untuk
memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi
berfungsi
2.
Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusanlainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul
ketika seorang individu atau unit pengambilkeputusan lainnya terlibat
dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah
inovasi.
4.
Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambilkeputusan lainnya menetapkan
penggunaan suatu inovasi.
5.
Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambilkeputusan
lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakaninovasi yang sudah dibuat sebelumnya
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada tahun
tahun 1962, Everett Rogers menggabungkan temuan penelitian arus informasi
dengan studi mengenai arus informasi dan pengaruh personal dalam beberapa
bidang termasuk antopologi, sosiologi dan pertanian desa. Ia meng embangkan apa
yang ia sebut sebagai teori difusi, perpanjangan dari ide Paul Lazarsfeld
mengenai arus dua langkah.
Upaya rogers
untuk menggabungkan penelitian arus informasi dengan teori difusi sangat sukses
sehingga teori arus informasi dikenal sebagai teori difusi informasi (dan
ketika teori ini diterapkan kepada difusi selain informasi, yaitu teknologi
teori ini disebut sebagai teori difusi inovasi). Rogers menggunakan kedua
istilah ini untuk menamai edisi selanjutnya dari buku yang ia tulis.
Rogers
mengumpulkan data dari berbagai studi empiris untuk menunjukkan bahwa ketika
inovasi teknologi baru diperkenalkan, inovasi tersebut melawati serangkaian
tahap sebelum diadopsi secara luas.
Pertama
sebagian besar orang menge tahui teknologi tersebut, seringkali melalui
informasi di media massa. Kedua inovasi tersebut diadopsi oleh sekelompok kecil
inovator yang disebut sebagai pengguna awal. Ketiga, opinion leader belajar
dari para pengguna awal ini dan mencoba inovasi ini sendiri. Keempat, jika
opinion leader merasa inovasi ini berguna, maka mereka akan mendorong
teman-teman mereka-para opinion follower.
Akhirnya
setelah sebagian besar orang sudah mengadopsi inovasi ini, sekelompok pengguna
akhir (late follower) akan melakukan perubahan. Proses ini ditemukan untuk
menerapkan sebagian besar inovasi pertanian di Amerika.
Teori difusi
informasi/inovasi adalah contoh yang bagus atas kekuatan keterbatasan teori
berjakauan menengah. Teori ini sukses menggabungkan banyak penelitian empiris.
Rogers menelaah ribuan studi. Teori difusi informasi/inovasi ini memandu
penelitian dan memfasilitasi penafsirannya.
Meskipun
demikian teori ini memiliki keterbatasan serius. Seperti teori arus informasi
dan pemasaran sosial, teori difusi informasi/inovasi adalah teori yang
didominasi sumber yang melihat proses komunikasi dari sudut pandang elite
penguasa yang telah memutuskan untuk menyebarkan sebuah inovasi atau informasi.
Teori ini memperbaiki teori arus informasi dengan menyediakan strategi yang
lebih baik untuk mengetahui hambatan penyebaran.
Teori difusi
informasi/inovasi memberikan peranan yang sangat terbatas kepada media massa,
karena umumnya media massa hanya menciptakan kesadaran akan inovasi baru.
Tetapi teori ini memberikan peranan utama untuk berbagai jenis orang yang
mengkritik proses difusi.
Media secara
langsung mempengaruhi pengguna awal, tetapi orang-orang ini secara umum
memiliki cukup informasi dan merupakan pengguna media yang berhati-hati. Para
pengguna awal mencoba inovasi dan kemudian memberitahu orang lain mengenai hal
tersebut. Mereka secara langsung mempengaruhi opinion leader yang kemudian
mempengaruhi semua orang. Agen perubahan juga bagian penting orang yang
terlibat dalam difusi ini. Tugas mereka adalah untuk memiliki banyak informasi
mengenai inovasi dan memandu orang-orang lain yang ingin berubah.
Rogers
menyarankan supaya agen perubahan memimpin upaya difusi, mereka dapat keluar ke
komunitas pedesaan dan secara langsung mempengaruhi pengguna awal serta opinion
leader. Sebagai tambahan untuk menarik perhatian kepada inovasi, media juga
dapat digunakan untuk menyediakan wadah untuk diskusi kelompok yang dipimpin
oleh agen perubahan. Strategi penggunaan media ini dibentuk setelah kesuksesan
agen perluasa pertanian di wilayah Barat Tengah Amerika.
Teori Rogers
sangat berpengaruh besar. United States Agency for International Development
(USAID) menggunakan strategi ini untuk menyebarkan inovasi pertanian di
negara-negara dunia ketiga. Selama perang dingin pada tahun 1950-an dan
1960-an, Amerika Serikat bersaing pengaruh dengan USSR di negara-negara
berkembang.
Harapannya
adalah dengan memimpin ”revolusi hijau” dan membantu mereka untuk memberi makan
diri mereka sendiri, Amerika Serikat akan mendapatkan dukungan dari
negara-negara baru ini. Akan tetapi untuk membantu mereka dalam hal ini,
Amerika Serikat perlu meyakinkan petani dan warga desa untuk mengadopsi
sejumlah besar inovasi pertanian secepat mungkin. Teori difusi
informasi/inovasi milik Rogers ini menjadi panduan latihan untuk upaya
tersebut.
Agen
perubahan dari seluruh dunia dibawa ke Michigan State University untuk belajar
teori dari Rogers. Banyak orang-orang ini kemudian menjadi akademisi di negara
mereka masing-masing, dan tidak seperti teori Amerika yang lain teori difusi
informasi/inovasi ini menyebar melalui universitas di negara berkembang selama
inovasi pertanian tersebar di perladangan. Diberbagai belahan dunia, teori Rogers
disamakan dengan teori komunikasi.
Teori difusi
inormasi/inovasi mewakili sebuah perkembangan penting atas teori efek terbatas.
Seperti penelitian klasik lain pada awal tahun 1960-an, teori ini diambil dari
kesimpulan empiris yang ada dan digabungkan ke dalam sebuah perspektif yang
medalam dan rasional. Sebagai tambahan untuk memandu perkembangan negara dunia
ketiga, teori ini memberikan dasar bagi sejumlah besar komunikasi promosi dan
teori pemasaran serta kampanye yang mereka lakukan, bahkan hingga saat ini.
Akan tetapi
teori difusi informasi/inovasi ini juga memiliki keterbatasan yang serius.
Teori ini memiliki masalah unik yang berakar dari penerapannya. Sebagai contoh
teori ini memfasilitasi adopsi inovasi yang terkadang tidak terlalu dimengerti
atau diinginkan oleh para pengguna. Misalnya sebuah kampanye untuk membuat para
isteri petani di Georgia mengalengkan sayuran, awalnya dianggap sukses besar,
sampai ditemukan bahwa sedikit sekali wanita yang menggunakan sayur-sayuran
yang dikalengkan tersebut. Mereka menumpuknumpuk botol di dinding ruang tamu
mereka sebagai status simbol. Kebanyakan dari mereka tidak tahu resep untuk
memasak sayuran yang dikalengkan tersebut dan bagi mereka yang menggunakannya
diketahui kemudian bahwa anggota keluarga mereka tidak menyukai rasa sayuran
yang dikalengkan tersebut.
Situasi ini mendorong masyarakat
desa yang kebanyakan sebagai tenaga kerja tidak terdidik dan terlatih pergi ke
kota untuk mencari pekerjaan. Ironisnya di kota pun tenaga kerja dari desa
dengan kualifikasi tersebut tidak mendapat tempat. Sehingga banyak diantara
mereka yang kemudian terjebak pada situasi sulit dan menjadi kriminal.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rogers, Everett, M. (2003). Diffusions
of Innovations; Fifth Edition. Simon & Schuster Publisher
2.
Bryan, Jennings, & Thompson, Susan
.(2002). Fundamentals of Media Effects
3.
Turner, West. (2007). Introducing
Communication Theory; Analysis and Application, Third Edition;McGraw Hill
4.
Rogers,
Everett, M., “Diffussion of Innovation”, (Canada: The Free Press of Macmillan
Publishing Co.,
5.
Plomp,
Tjeerd & Donald P. Ely, “International Encyclopedia of Educational
Technology”, (Cam-bridge, UK: Elsevier Science Ltd.,
6.
Nurudin.
2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta.
7.
Rogers,
E. M (Ed), Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. LP3S. Jakarta.
8.
Rogers,
Everett M. dan F. Floyd Shoemaker. Communication of Innovations.
Terjemahan Abdillah Hanafi Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Usaha Nasional.
Surabaya.
Pranala luar
- www.pdf-search-engine.com/difusi-inovasi-pdf.html
- www.stanford.edu/class/symbsys205/Diffusion%20of%20Innovations.htm
- www.enablingchange.com.au/Summary_Diffusion_Theory.pdf
- http://www.teknologipendidikan.net/category/research-and-evaluation